Latest Movie :
Home » , , , , , , , , » Analisa Film The Truman Show dan Analogi Gua Plato

Analisa Film The Truman Show dan Analogi Gua Plato

Rate it :


SutradaraPeter Weir
ProduserScott Rudin
Andrew Niccol
Adam Schroeder
PenulisAndrew Niccol
PemeranJim Carrey
Laura Linney
Ed Harris
Noah Emmerich
Natascha McElhone
MusikBurkhard Dallwitz
Philip Glass
SinematografiPeter Biziou
PenyuntingWilliam M. Anderson
Lee Smith
DistributorParamount Pictures
Tanggal rilis5 Juni 1998
Durasi103 menit
NegaraAmerika Serikat
BahasaInggris
Anggaran$60 juta
Pendapatan kotor$264,12 juta
Rating5/5

Pernahkah kita berpikir bagaimana rasanya jika hidup kita sudah diatur dalam sebuah sketsa sandiwara besar dari kita lahir? Bagaimana kalau ternyata di belahan dunia yang kita belum pernah menginjaknya ternyata warganya menjadikan kehidupan kita sehari-hari sebagai tontonan? Kita menjadi tokoh utama dalam sebuah reality show terbesar di dunia, tanpa kita pernah menyadari bahwa kita sudah menjadi artis sejak dalam kandungan. Bagaimana rasanya jika suatu hari anda menemukan realita demikian? Bahwa hidup anda, tak lebih dari sebuah rekayasa belaka? Shock? Kaget? Sedih? Putus asa?


Film yang disutradarai Peter Weir ini rilis pada tahun 1998 dan meraup untung yang bisa terbilang cukup besar. The Truman Show masuk dalam genre Drama Komedi Satir. Menurut saya film ini benar-benar mengandung filosofi yang sangat dalam dan sangat-sangat menarik, saya akan menceritakannya mulai dari awal.
Dibuka dengan wajah Ed Harris yang beperan sebagai Crishtof, seorang sutradara utopis yang merancang acara reality show The Truman Show ini, dan juga perancang bangunan Seaheaven. Yes, Seaheaven adalah sebuah studio raksasa yang karena besarnya sampai-sampai mampu dilihat dari luar angkasa, sebuah dunia di dalam dunia. Terdapat sekitar limaribu kamera tersembunyi yang tersebar di seluruh Seaheaven. Di opening scene ini ia berkata, “Kami sudah bosan menonton aktor dengan emosinya yang palsu, kami lelah dengan kembang api dan efek visual. Ketika hidup yang kita tempati adalah palsu, tak ada yang palsu tentang Truman, tak ada naskah, tak ada kartu isyarat. Tak selalu sebagus karya Shakespeare, tapi ini asli. Ini adalah hidup.”
Adegan berlanjut pada tokoh utama kita yang bernama Truman Burbank (Jim Carrey), tinggal di sebuah pulau bernama Seaheaven, di mana keadaan di sana sangat-sangat kondusif, aman, damai tentram, terkendali. Ia begitu menyukainya namun diam-diam ia juga ingin pergi suatu saat nanti ke Kepulauan Fiji. Dia merasa kehidupannya begitu normal, begitu datar, begitu lancar. Sampai kejadian-kejadian aneh bermunculan, lampu panggung yang tiba-tiba jatuh dari langit, hujan yang hanya turun di atas kepalanya saja, atau sengaja memukul bokong seorang yg sedang bekerja tapi tak ada seorangpun yang marah padanya, juga saat gelombang radio dari mobil yang didengarnya setiap pagi mendadak kacau dan tercampur dengan suara-suara seperti perintah yang mengikuti dirinya. Klimaksnya saat Truman berhasil menipu ribuan kamera yang tersebar di Seaheaven pada suatu malam, ia menghilang! Seluruh aktor, sutradara, produser, dan juga seluruh staff langsung panik mencari ke mana hilangnya Truman. Jadi bagaimana ia melanjutkan hidupnya? Apakah akan kembali muncul di tengah-tengah Seaheaven dan terus menjalani aktivitasnya sehari-hari yang telah disadarinya bahwa segalanya telah diatur untuknya? Atau memilih mencari jalan keluar dan menentukan sendiri nasibnya?
Film yang benar-benar menarik, mulai dari ide cerita yang di tahun 1998 mungkin menjadi sindiran juga untuk acara-acara reality show yang mulai marak di pasaran. Plot-plot yang tersusun begitu rapi, hingga penonton merasa penasaran untuk menunggu adegan demi adegan yang akan muncul. Yang menarik sekaligus lucu juga adalah bagaimana aktor-aktor di kehidupan Truman ini mengiklankan barang, ya, karena acaranya yang 24 Jam penuh, maka iklan diselipkan di setiap adegan di dalam kehidupan Truman. Misalnya ketika istrinya seperti sengaja menyebut merk mesin pemotong rumput dengan sangat jelas, atau pisau dapur yang serba guna.
Akting Jim Carrey tak perlu dipertanyakan di sini, meski tak seheboh di Yes Man, atau ketika ia menjadi detektif di Ace Ventura, bermain di The Mask, menjadi “Tuhan” di Bruce Almighty, namun permainan mimik wajahnya masih begitu terasa saat memperlihatkan emosi cemas, gelisah, bahagia, miris, sedih, getir dari seorang Truman. Saya menilai aktingnya sangat pas, tak kurang tak juga lebih.
Tapi yang menarik adalah Ed Harris, dia memerankan karakter Crishtof dengan begitu apik, terlihat seolah menjadi seorang ayah pula bagi Truman, tapi juga begitu menyebalkan sebagai seorang sutradara, dingin seperti karakter Hannibal Lecter atau Richard Kuklinski. Juga (lagi) sangat menyebalkan. X))
The Truman Show baru saya tonton tahun 2014 (dan saya sedikit  menyesal saat menyadarinya). Meski dirilis tahun 1998, tapi saya merasa film ini masih benar-benar sejalan jika di-compare dengan jaman sekarang. Mulai acara Reality Show yang menggila di beberapa stasiun televisi beberapa tahun terakhir, yang temanya hampir sama semua, sebut saja, katakan cinta, playboy kabel, H2C, termehek-mehek, hingga tali kasih, take me out, atau ajang pencarian bakat. Dan semuanya itu sebagian besar hanyalah sandiwara seperti aktor-aktor yang ada di kehidupan Truman.
Film ini membuat saya berpikir tentang free will, apa itu nyata? Atau hanya angan-angan saja? sebenarnya manusia lebih suka diatur atau bebas? Apa manusia benar-benar ingin bebas sekalipun itu dalam dunia yang penuh kepalsuan, kerusakan, bobrok, dan sebagainya? Kesemuanya ini dirangkum di adegan perbincangan Crishtof dan Truman di ending cerita.
Saat menonton film ini, saya juga jadi teringat tentang analogi gua plato, sounds familiar?
The Truman Show - 2
Dalam bukunya The Republic, Plato bercerita tentang orang-orang gua, di mana (seperti gambar di atas) ada beberapa narapidana yang kepala, tangan, kaki dan tubuhnya dipasung sehingga satu-satunya pemandangan yang dilihat mereka adalah dinding gua, dan di belakangnya ada dinding tinggi di balik dinding itu ada sekelompok orang yang lalu-lalang membawa barang barang di atasnya, di belakang orang-orang itu ada api unggun yang menerangi orang-orang lewat tersebut. sehingga terciptalah bayangan-bayangan di dinding gua yang selalu ditonton para narapidana tadi. Kita bayangkan narapidana ini tak pernah melihat apapun selain bayangan-bayangan yang ada di dinding gua, maka mereka akan menganggap itu sebagai realitas, itulah dunia (menurut mereka) yang sebenarnya.
Sampai suatu hari, salah satu narapidana berhasil melarikan diri, dia kabur ke luar gua, dan melihat realitas (lain) yang sesungguhnya, matahari yang bersinar, manusia, batu, tanah, rumah, dll. Dia buta sesaat, butuh waktu untuk beradaptasi namun berhasil mempelajarinya. Kemudian ia kembali ke gua tersebut untuk memberitahu kawan-kawannya. Namun naas kawan-kawannya tak mau menerima ilmu pengetahuan yang baru itu, teman-temannya mempercayai bahwa yang dilihatnya setiap hari itulah realitas yang sesungguhnya sampai-sampai mereka mengancam temannya yang berhasil kabur tersebut akan dibunuh jika berusaha mempengaruhi pikiran mereka.
Truman, seperti orang yang kabur ini, hanya saja kondisinya dia sendirian. Dia mungkin akan buta sesaat dan entah mau menerima atau tidak realitas dari dunia yang sesungguhnya di luar sana, atau memilih untuk kembali ke Seaheaven dan menjadi ‘Orang Gua’ disisa umurnya. Menariknya seringkali ini terjadi pada kehidupan kita sehari-hari, kita meyakini bahwa apa yang kita lihat, kita rasakan, kita dengar, semua yang ditangkap oleh indra kita adalah sebagai suatu realitas yang sebenarnya, sehingga ketika ada orang lain yang datang pada kita dan menceritakan tentang sesuatu yang di luar pengetahuan kita, maka kita akan menganggap itu sebagai kemustahilan. Padahal bukan tidak mungkin yang diceritakan orang yang datang pada kita tersebut adalah suatu keniscayaan, tugas kita memang tidak langsung mempercayainya, tapi kita bisa meneliti tentang kebenarannya, sehingga kita tidak terkurung di dalam gua pemikiran kita sendiri dan berpikiran begitu sempit.
Jadi kalau kita melihat Truman, di film itu bisa kita pelajari bahwa manusia bisa sangat begitu cerdik jika dia mau. Kalau kita mengacu pada psikologi behaviorisme maka tidak mungkin Truman memiliki kesadaran untuk ‘bebas’ sementara di lingkungannya tidak ada satupun yang mengajarkannya/mencontohkannya bahkan cenderung menghalang-halanginya untuk ‘bebas’. Kecerdikan itu mengajarkan bahwa hubungan manusia dan kekuasaan adalah bebas, manusia tidak tergantung pada kekuasaan. Misalnya gadget, ada beberapa orang yang merasa dunianya bakal runtuh atau segera kiamat jika tidak memegang gadget dan terhubung internet beberapa hari saja. Sementara di tempat lain ada orang yang
menganggap nothing to lose dengan itu semua, “Gak urus, toh gak kehubung internet, life still go on.” Truman memberikan penegasan tentang free will dan hubungan bebas itu di akhir film saat dialognya denga Crishtof, “Kau tidak punya kamera untuk melihat isi kepalaku.”
Jadi free will itu ada atau tidak?
Share this article :

Posting Komentar

 
Diberdayakan oleh Blogger.

Flexible Home Layout

Main Menu

Latest News

Sub Menu

Follow us on facebook

Copyright © 2014. Everything About Movies - All Rights Reserved
Template Created by ThemeXpose