"Like sunlight, sunset, we appear, we disappear."
Berpisah 18 tahun yang
lalu di stasiun kereta tanpa bertukar kontak, bertemu kembali di kota Paris
sembilan tahun setelahnya, dan kini kisah cinta yang hampir berumur dua dekade
itu mereka selesaikan tepat sebelum tengah malam di Yunani. Menjadi
penutup Before Series, salah satu rangkaian drama romantis yang pastinya
akan menjadi legenda, Before Midnight, pertunjukan yang cemerlang dari
sebuah hubungan tidak sempurna, sukses menggambarkan sebuah fakta sederhana
bahwa walaupun pasti punya potensi untuk menghadirkan rasa sakit, kejujuran
merupakan salah satu kunci penting dari sebuah petualangan cinta.
Dengan berat
hati Jesse (Ethan Hawke) harus melepas pergi anak laki-lakinya yang
berusia empat belas tahun, Hank (Seamus Davey-Fitzpatrick), di bandara
untuk kembali menuju Chicago setelah mengisi liburan di Peloponnese,
Yunani. Sebuah perpisahan yang menyakitkan bagi Jesse, sebab setelah selama
enam minggu bersama ia kelak akan sulit untuk melakukan komunikasi intim antara
ayah dan anak karena permasalahan dengan mantan istrinya masih belum usai.
Namun uniknya ternyata ada sisi positif dari hal tersebut.
Bersama Céline
(Julie Delpy), wanita yang delapan belas tahun lalu ia bujuk untuk mau
menghabiskan sedikit waktu bersamanya di Wina, serta dua anak perempuan
kembar mereka, Jesse melanjutkan liburannya, dan menuju rumah Patrick
(Walter Lassally) untuk makan malam bersama kerabat lainnya. Namun masih
bermula dari masalah tadi, hadir konflik pekerjaan hingga tempat tinggal, Jesse
dan Céline masuk kedalam sebuah interaksi penuh analisis, mimpi, dan introspeksi,
yang kemudian menyadarkan bahwa selama ini rasa cemas,curiga, ragu, dan takut
selalu menemani kisah cinta mereka.
Berbeda dengan 2 film
pendahulunya, Before Midnight menawarkan tema yang lebih serius, tapi tetap dibentuk
dengan cara santai. Scenenya masih sama, jalan-jalan cantik sambil ngobrol,
tapi kali ini cerita sudah bukan tentang Jesse dan Celine yang berada pada
tahap di mabuk cinta seperti pendahulunya, tapi bagaimana pasangan menemukan
cara agar dapat memulihkan kembali cinta mereka dari masalah yang sudah menjadi
bagian wajib dari sebuah hubungan. Hubungan yang sedang dalam periode
melelahkan, mencoba untuk keluar dari masalah, berkombinasi bersama sikap
saling memahami dan aksi merenung yang dihadapkan dengan ego tingkat tinggi.
Tidak ada plot cerita
yang rumit dalam film ini, Before Midnight seperti kisah yang masih
sengaja dilepas oleh Richard Linklater dan di biarkan berjalan dengan
bebas. Oke kita akan menuju tempat liburan, oke kita akan makan bersama, oke
kita akan menuju ke kamar hotel, tiga struktur kasar itu kemudian kembali di
isi dengan empat percakapan tanpa putus dalam durasi panjang yang bergerak
stabil serta dinamis, lebih terasa lepas, dan hebatnya tetap tidak kehilangan
sentuhan dialog-dialog yang anda tahu itu scripted namun tetap mampu mengalir
lembut dan terasa sangat natural, penuh improvisasi bertemakan relationship
yang sangat sangat cerdas.
Betul, sangat
cerdas, Richard Linklater seperti melemparkan berbagai konsep tentang
cinta, hubungan, pernikahan, anak, hingga seks, menggunakan memori masa lalu
dan impian masa depan, aksi saling bertukar opini, menghadirkan gesekan dengan
positif dan negatif yang cantik, namun isu-isu tersebut tidak dibentuk terlalu
detail. Hal tersebut menjadikan materi yang ia punya akan mampu mencakup semua
golongan usia, dan menariknya ia kemudian menyerahkan sepenuhnya kepada
penonton bagaimana mereka menggali, mendefinisikan, menilai, serta memahami
konsep yang sesungguhnya sangat dasar namun kerap terlupakan itu.
Kisah yang Linklater
tulis bersama Hawke dan Delpy ini seperti sebuah paket belajar tentang cinta,
dalam level yang lebih dewasa dan serius, dikemas dengan sederhana, perpindahan
yang variatif tapi fokus, namun tetap mampu menghadirkan sisi romantis dan lucu
lewat aksi saling ejek dan beberapa lelucon implisit. Senjata utamanya simple,
anda diajak untuk ikut meneliti kompleksitas cinta dengan cara relaksasi.
Hebatnya lagi itu semua tidak terkesan menggurui, penonton dibiarkan bebas
memutar opini mereka, menjadikan mereka ragu berada di pihak mana,
karena Richard Linklater sukses membentuk sisi gelap dan terang yang
tidak dapat dipungkiri kebenarannya.
Divisi akting juga
merupakan kunci utama kesuksesan film ini. Ethan Hawke dan Julie
Delpy, penampilan mereka luar biasa. Chemistry yang kokoh, frustasi dan emosi
berhasil dibentuk dengan efektif, mereka tampak nyata dibalik status sebagai
tokoh fiktif. Mereka tampak alami, intim dan lucu tanpa terkesan dipaksakan,
menghadirkan perselisihan yang intens, memikat, dan fokus. Jelas perlu kecerdasan
serta kualitas akting yang berada diatas rata-rata untuk dapat mengontrol
tumpukan padatnya dialog yang berjalan lebih dari 10 menit tanpa putus.
Satu pertanyaan yang
tidak dapat dihindari adalah, “Apakah saya harus menonton terlebih
dahulu Before Sunrise, dan Before Sunset sebelum menyaksikan
film ini?” Anda tidak perlu menyaksikan dua film pendahulunya untuk dapat
menikmati Before Midnight, dengan berdiri tunggal saja ia masih mampu
memikat. Namun jika anda ingin memperoleh kepuasan yang berakhir tepat berada
di puncak tertinggi, coba saksikan dua pendahulunya, semakin anda mengenal dua
karakter itu, semakin jauh anda terlibat dalam permainan emosi yang mereka
tampilkan, akan ada sensasi berbeda yang anda dapatkan.
Overall, Before
Midnight adalah film yang memuaskan. Ini adalah sebuah drama romantis yang
mengagumkan, sebuah rollercoaster emosional yang menawan, naik dan turun
bersama konflik relationship yang bergerak natural, mampu tampil lucu, intim,
dan intens dengan cara yang menawan, namun tetap fokus serta efektif
menyampaikan pesan yang ia bawa. Kejujuran, kemudian pengorbanan, itu yang anda
perlukan dalam cinta.
Rate it :